Kualitas pendidikan bangsa
ini banyak ditentukan oleh kualitas para gurunya. Guru adalah ‘bos in the
class’. Guru adalah orang yang bertatap muka langsung dengan peserta didik.
Sebagus apa pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum dan perencanaan strategis
pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, tidak akan membuahkan
hasil optimal. Artinya roda komunitas yang bernama sekolah sangat diwarnai oleh
kinerja dan mutu para gurunya.
Banyak anak berkebutuhan khusus di wilayah Kota Mojokerto
yang seharusnya bisa mengenyam pendidikan di sekolah reguler terpaksa menempuh
di SLB (sekolah luar biasa). Padahal, seharusnya mereka mendapat hak yang sama
untuk belajar di sekolah regular. Seperti tertuang dalam peraturan menteri
(Permendiknas No.70/2009) dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6/2011. Sementara
soal anggaran untuk sekolah inklusi, Edy menyebut angka Rp 130 juta dari dana
APBD 2013. Anggaran sebesar itu diperuntukkan bagi peningkatan SDM (sumber daya
manusia) yang bakal menangani langsung ABK di tiga sekolah.
Menjamin terlaksananya pendidikan bagi anak
kebutuhan khusus, dinas pemerintahan di Kota Mojokerto mulai menerapkan sekolah
Inklusi. Dimana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto mewajibkan
sekolah di Kota Mojokerto untuk menerima siswa berkebutuhan khusus atau
inklusif. Minimal, setiap Sekolah Dasar
menerima satu siswa inklusif. Semua sekolah harus mau menerima siswa
inklusif. Bagi Sekolah Dasar minimal tiap sekolah
harus mau menerima satu siswa inklusi. Tiap tahun rata-rata ada 40 siswa
berkebutuhan khusus yang masuk sekolah dasar.
Sehubungan dengan hal tersebut peran GPK ( Guru Pembimbing Khusus ) sangat penting.
Mereka adalah guru-guru yang memiliki latar belakang pendidikan luar biasa
(PLB), ahli di bidang pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), yang
ditempatkan di sekolah-sekolah umum penyelenggara sistem pendidikan inklusif.
Dalam konsep penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif, peran GPK sangat
penting. Mereka berfungsi membantu guru-guru di sekolah umum bagaimana
berinteraksi dengan siswa berkebutuhan khusus. Misalnya, melakukan identifikasi
kebutuhan khusus siswa, memproses pemenuhan kebutuhan khusus siswa, melakukan
adaptasi kurikulum, melakukan adaptasi materi dan metode pembelajaran -
semuanya disesuaikan dengan kebutuhan khusus siswa, dan sebagainya.
Kendala yang di hadapi sehubungan dengan
di haruskannya menerima siswa berkebutuhan khusus adalah minimnya GPK ( Guru Pembimbing Khusus ) untuk mengajar di
sekolah – sekolah inklusi di Mojokerto.
Dari semua
penjabaran yang telah saya utarakan dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif
di daerah Mojokerto mengalami perkembangan menuju ke arah lebih baik, Sekolah memiliki potensi
untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat , Guru merupakan
orang yang berperan penting (significant others) dalam proses pembelajaran
tidak dipungkiri bahwa menangani pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus
ini membutuhkan tenaga, waktu, atau kreativitas yang lebih banyak
dibanding menangani peserta didik normal.
Di harapkan guru
kreatif dalam melakukan simulasi proses belajar
mengajar. Sementara persiapan tenaga pelaksana pendidikan adalah dengan
melakukan pelatihan (training) tentang beberapa metode pelaksanaan pendidikan inklusi
kepada para guru. Jika kedua langkah tersebut telah dilaksanakan maka langkah
terakhir adalah melakukan penerapan kepada sekolah yang akan mengadakan inklusi terutama di Mojokerto .
Daftar Pustaka
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195412071981121-AHMAD_NAWAWI/PENDIDIKAN_INKLUSIF.pdf
http://www.beritametro.co.id/sports/karena-butuh-dibuka-3-sekolah-dasar-inklusi
3 komentar:
informasinya bagus mas. Lanjutkan yah
Greget gan infonya
Lanjutkan
Posting Komentar