Selasa, 24 Mei 2016

Perkembangan Pendidikan Inklusi di Mojokerto

Kualitas pendidikan bangsa ini banyak ditentukan oleh kualitas para gurunya. Guru adalah ‘bos in the class’. Guru adalah orang yang bertatap muka langsung dengan peserta didik. Sebagus apa pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum dan perencanaan strategis pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, tidak akan membuahkan hasil optimal. Artinya roda komunitas yang bernama sekolah sangat diwarnai oleh kinerja dan mutu para gurunya.

Banyak anak berkebutuhan khusus di wilayah Kota Mojokerto yang seharusnya bisa mengenyam pendidikan di sekolah reguler terpaksa menempuh di SLB (sekolah luar biasa). Padahal, seharusnya mereka mendapat hak yang sama untuk belajar di sekolah regular. Seperti tertuang dalam peraturan menteri (Permendiknas No.70/2009) dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6/2011. Sementara soal anggaran untuk sekolah inklusi, Edy menyebut angka Rp 130 juta dari dana APBD 2013. Anggaran sebesar itu diperuntukkan bagi peningkatan SDM (sumber daya manusia) yang bakal menangani langsung ABK di tiga sekolah.

Menjamin terlaksananya pendidikan bagi anak kebutuhan khusus, dinas pemerintahan di Kota Mojokerto mulai menerapkan sekolah Inklusi. Dimana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto mewajibkan sekolah di Kota Mojokerto untuk menerima siswa berkebutuhan khusus atau inklusif. Minimal, setiap Sekolah Dasar  menerima satu siswa inklusif. Semua sekolah harus mau menerima siswa inklusif. Bagi  Sekolah Dasar minimal tiap sekolah harus mau menerima satu siswa inklusi. Tiap tahun rata-rata ada 40 siswa berkebutuhan khusus yang masuk sekolah dasar.

Sehubungan dengan hal tersebut peran GPK ( Guru Pembimbing Khusus ) sangat penting. Mereka adalah guru-guru yang memiliki latar belakang pendidikan luar biasa (PLB), ahli di bidang pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), yang ditempatkan di sekolah-sekolah umum penyelenggara sistem pendidikan inklusif. Dalam konsep penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif, peran GPK sangat penting. Mereka berfungsi membantu guru-guru di sekolah umum bagaimana berinteraksi dengan siswa berkebutuhan khusus. Misalnya, melakukan identifikasi kebutuhan khusus siswa, memproses pemenuhan kebutuhan khusus siswa, melakukan adaptasi kurikulum, melakukan adaptasi materi dan metode pembelajaran - semuanya disesuaikan dengan kebutuhan khusus siswa, dan sebagainya.

Kendala yang di hadapi sehubungan dengan di haruskannya menerima siswa berkebutuhan khusus adalah minimnya GPK ( Guru Pembimbing Khusus ) untuk mengajar di sekolah – sekolah inklusi di Mojokerto.

Dari semua penjabaran yang telah saya utarakan dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif di daerah Mojokerto mengalami perkembangan menuju ke arah lebih baik, Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat , Guru merupakan orang yang berperan penting (significant others) dalam proses pembelajaran tidak dipungkiri bahwa menangani pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus ini membutuhkan tenaga, waktu,  atau kreativitas yang lebih banyak dibanding menangani peserta didik normal.

Di harapkan guru kreatif dalam melakukan simulasi proses belajar mengajar. Sementara persiapan tenaga pelaksana pendidikan adalah dengan melakukan pelatihan (training) tentang beberapa metode pelaksanaan pendidikan inklusi kepada para guru. Jika kedua langkah tersebut telah dilaksanakan maka langkah terakhir adalah melakukan penerapan kepada sekolah yang akan mengadakan inklusi terutama di Mojokerto .

Daftar Pustaka